Blog Tausiyah275

Juni 14, 2013

Imam Tetap Atau Imam Rotasi?

Filed under: Ensiklopedia Islam,Fiqh,HOT NEWS,Seri Kesalahan2,Sholat — Tausiyah 275 @ 8:01 pm

Bismillah,

Artikel ini saya tulis usai saya melihat realita saat sholat wajib berjama’ah di masjid. Jadi ceritanya ada 3 masjid di lingkungan saya, sebut saja masjid A, B, dan C. Kondisi masjid A, dia mempunyai 1 imam tetap yang selalu stand by untuk setiap waktu sholat wajib 5 waktu. Masih cukup muda, bacaannya bagus (tartil), tidak tergesa-gesa.

Sementara masjid B, imam tetapnya ada beberapa orang berdasarkan pengalaman saya sholat berjama’ah di sana. Minimal 2 orang, dengan usia yg sudah sepuh (tua), bacaannya tidak jelas, tapi tidak tergesa-gesa.

Sedangkan kondisi masjid C, tidak ada imam tetap. Hampir tiap sholat wajib selalu berubah imamnya. Muda, tua silih berganti menjadi imam. Bacaannya yaaa tergantung dari masing-masing kemampuan imam tersebut. Ada yg bagus, ada yg Fatihahnya saja kadang tajwidnya kurang ok. Yang paling parah imamnya pernah salah lafadz, sebagaimana saya tweet-kan di bawah ini. Cepat lambatnya sholat, tergantung imamnya juga. Jika imamnya sedang terburu-buru/tidak tuma’ninah (karena ada pekerjaan), biasanya cepat. Tapi jika sholat magrib atau isya, bisa lebih tenang.

Melihat ketiga hal di atas, saya membandingkan dengan imam di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Mereka mempunyai imam khusus yang kualitasnya memang sudah ok punya, baik dari sisi pemahaman & bacaan Al Qur’an, kemudian tuma’ninahnya. Yang jelas, jika saya mendengar cerita orang2 yang pernah naik haji atau umroh, saat mereka sholat berjama’ah dan di-imami oleh salah satu dari imam yg ada di daftar, mereka akan hanyut. Bahkan tidak sedikit yg ikut menangis pada saat imam menangis saat membaca surat, meski mereka tidak mengerti artinya. Subhanalloh.

Saya kurang tahu persis, apakah imam2 sholat tersebut digaji atau tidak. Tapi di Depok, teman saya pernah bercerita bahwa di masjidnya dia ada muadzin (bilal) dan imam yang digaji untuk menuaikan kewajibannya, yakni adzan dan menjadi imam sholat.

Di satu sisi, saya tidak keberatan jika ada imam dan muadzin yang dibayar utk adzan dan jadi imam. Tentu saja mesti ada kriteria yang ketat dan seleksi yang baik sehingga mereka yg terpilih adalah memang yang punya dedikasi dan kualitas terbaik. Tapi di sisi lain, saya berharap imam dan muadzin yg dibayar itu tidak lantas menggantungkan hidupnya dari ‘honor’ yang dia terima sebagai muadzin dan imam. Karena jika hidupnya bergantung pada honor, maka apabila satu waktu honornya kurang atau dipotong, saya khawatir mereka ‘menurunkan’ kualitas mereka.

Yang lucu dari cerita teman saya di atas, ada satu waktu jama’ah luar yang mendadak iqomat, menggantikan tugas muadzin (bilal) yang biasa. Nah, si muadzin lantas marah ke jama’ah yg iqomat itu. Nah, kasus seperti ini yang saya khawatirkan.

Kembali ke masalah imam tetap atau imam rotasi. Saya pikir solusinya adalah disediakan imam tetap minimal dengan 1 backup. Digaji juga tidak apa-apa, yang penting imam sholatnya ok punya sehingga jama’ah sholat juga nyaman saat sholat.

Bagaimana, anda setuju dengan imam (dan bilal) yang digaji?

1 Komentar »

  1. Ayat di atas jelas menunjukkan bahwa ALLOH SWT sendiri secara implisit (tersirat) atau secara tidak langsung menyatakan bahwa manusia harus juga ikhtiar dalam rangka melakukan perubahan kehidupan (terutama terkait dengan kebutuhan dunia) yg dia butuhkan. Ibadah, terutama sholat, dibutuhkan untuk menjadikan diri tidak sombong apabila berhasil meraih kesuksesan, ataupun tidak putus asa apabila ikhtiar maksimal yang telah dilakukan masih belum sesuai dengan yang diharapkan.

    Komentar oleh Cassandra N. Atkinson — Juli 5, 2013 @ 9:22 pm | Balas


RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Tinggalkan Balasan ke Cassandra N. Atkinson Batalkan balasan