Blog Tausiyah275

Juli 19, 2014

Imam @shamsiali2, Ulama Dari Timur Ke Barat

Filed under: Bedah Buku,Ensiklopedia Islam,HOT NEWS,Tarbiyah — Tausiyah 275 @ 6:38 am

Bismillah,

Ulama adalah pewaris Nabi, demikian sabda dari Rasululloh SAW. Dari pemahaman saya selama ini, itu artinya seorang ulama mesti menjadi panutan bagi umat, terutama umat masa kini yg (mungkin merasa) kian berat dalam menghadapi hidup sehingga tidak sedikit dari mereka lebih mengutamakan kehidupan/urusan dunia yg membuat rohani mereka membutuhkan siraman untuk menyegarkan dan mengingat kembali hakikat hidup di dunia ini.

Seperti saya sebut di atas, seorang ulama mesti mewarisi sifat dan ilmu dari Nabi, meski hanya sebagian kecil. Namun setidaknya 4 sifat Nabi dan Rasul mesti dimiliki. Ulama juga mesti bisa menjadi jembatan antara pemerintah dg rakyatnya, memberikan ketenangan ketika masyarakat gelisah, menjadi tempat bertanya bagi umat yg ingin mengenal agama (Islam) lebih mendalam.

Meski demikian, tidak sedikit ulama yg terjebak dalam konflik, terutama ketika terlibat dalam politik. Sangatlah mengherankan ketika seorang ulama mesti melakukan tindakan2 tercela ketika dia membela salah satu partai ataupun calon presiden tertentu, padahal Islam sudah memberikan panduan dalam berpolitik.

Dan tidak sedikit pula kita temui ada ulama yg begitu ‘kaku’ dalam menjalankan fungsinya. (Agama) Islam terasa begitu ‘mengerikan’ pada saat mereka berdakwah. Ucapan kafir, bunuh, jihad (yg sering disalahpahami), laknatullah, konspirasi Yahudi, adalah sebagian dari hal2 ‘mengerikan’ yg membuat umat malah kian terbakar emosi dan meluap amarahnya.

Tapi, melihat sosok Imam Shamsi Ali, kita akan melihat ulama yg berbeda.

Perilaku beliau yg santun namun tegas, lembut tapi bervisi ke depan, membuat saya yakin bahwa Imam Shamsi merupakan tipe ulama yg dibutuhkan kaum muslim saat ini.

Lahir di Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba, sebuah daerah di Sulawesi Selatan, beliau bertutur bahwa tidak pernah terlintas dalam benak beliau bahwa dirinya akan merantau dan melanglang buana hingga ke negara Paman Sam (USA) dan berdakwah di sana. Namun siapa yg bisa tahu dengan rencana ALLOH SWT?

Mulai mengenyam ilmu agama dengan menjadi santri di Pondok Pesantren Muhammadiyah Darul Arqam, tujuan awal Imam Shamsi kecil nyantri di sana sebenarnya agar sikap dan kelakuannya lebih baik. Harap maklum, Imam Shamsi kecil adalah anak yg terkenal badung (meski dia pintar) di kampungnya.

Sejalan dengan waktu yg berjalan, melalui tempaan hidup di pesantren dan persaingan antar santri (meskipun kebadungannya kadang kambuh), bakat dan kecerdasan Imam Shamsi untuk menjadi orang yg berilmu sudah tampak. Nilai-nilai pelajaran Agama dan Bahasa Arab yg diperolehnya cukup baik. Bahkan beliau menjadi salah satu (dari 2) santri terbaik yg lulus dari pesantren tersebut.

Takdir ALLOH SWT yg membawanya merantau ke Pakistan, memperdalam ilmu agama dan memperlancar Bahasa Arab. Sebagai mahasiswa, beliau mengambil fakultas Ushuluddin dengan spesialisasi Tafsir Al Qur’an.

Menarik sekali membaca cerita beliau pergi ke Jeddah untuk berdakwah kepada orang Barat di sana dan menemukan kenyataan bahwa ada orang Arab yg menganggap rendah umat Islam non Arab dikarenakan mereka tidak paham bahasa Arab sehingga (dianggap) tidak tahu dan tidak paham Al Qur’an dan Sunnah. Sungguh suatu sikap yg menyedihkan dan patut dikasihani, menurut saya.

Ketika ALLOH SWT merasa tugas Imam Shamsi sudah cukup di Jeddah, maka DIA menugaskan Imam Shamsi untuk berdakwah di negeri Paman Sam.

Dalam rentang waktu yg cukup lama, Imam Shamsi sudah memberikan banyak kontribusi yg sangat berarti, di antaranya melakukan diskusi antar agama, kemudian ikut menenangkan umat Islam ketika terjadi tragedi 9/11 serta memberikan penjelasan tentang Islam kepada masyarakat Amerika Serikat serta (berusaha) meluruskan kesalahpahaman tentang Islam yg menghinggapi banyak orang di Amerika Serikat.

Meski beliau pernah hidup dan mengenyam pendidikan di Pakistan, yg notabene dikenal sebagai salah satu negara Islam garis keras, namun Imam Shamsi mampu menampilkan dan memberi contoh bahwa Islam (tidak mesti) keras. Perilaku santun, ramah, serta open mind (membuka wawasan) yg beliau lakukan malah membuat banyak orang Amerika Serikat yg tertarik ingin mendalami Islam dan tidak sedikit yg akhirnya memeluk Islam dengan bimbingan beliau.

Saya yakin kehidupan beliau di Amerika Serikat, negara yg begitu heterogen karena banyak orang hidup dengan berbagai macam budaya dan perilaku, yg membuat beliau bisa lebih toleran dan tenang untuk menghadapi pemikiran yg berbeda yang kadang bahkan sangat tajam dan berpotensi terjadinya gesekan di masyarakat. Terlebih ketika peristiwa 9/11 terjadi, umat Islam yg minoritas menjadi bulan-bulanan dan dihakimi oleh banyak masyarakat dan media di Amerika Serikat, beliau bisa tampil memberikan pernyataan dan sikap yg tenang serta bisa membuat suasana dan kondisi umat Islam lebih baik.

Perilaku santun dan taat menjalankan Islam yg dilakukan Imam Shamsi dan keluarga justru membuat banyak tetangganya yg yakin bahwa Islam adalah benar2 rahmatan lil ‘aalamiin dan percaya bahwa umat Islam sebenarnya adalah umat yg ramah bukan umat yg mudah emosi.

Saya berharap akan banyak Imam Shamsi lain yg muncul, tidak saja untuk berdakwah di Amerika Serikat, tapi justru di Indonesia. Saya yakin umat Islam di Indonesia membutuhkan ulama yg tenang, kalem, tidak emosian serta tidak menyulut emosi umat. Namun ulama tersebut juga bisa bertindak tegas terutama jika ada umat Islam sendiri yg membuat kisruh.

Jika anda ingin membaca lebih dalam tentang kehidupan Imam Shamsi, saya merekomendasikan buku “Imam Shamsi Ali, Menebar Damai Di Bumi Barat”. Salah satu buku yg menarik untuk disimak dan diambil hikmahnya.

Nope, saya bukan pengarang buku tersebut jadi artikel ini tidak bermaksud promo buku tersebut kok, melainkan ingin mengajak para pembaca blog ini untuk mengetahui bahwa masih ada ulama yg moderat dan open mind dengan kondisi zaman tanpa meninggalkan syariat (hukum) Islam.

Semoga kita bisa meniru perilaku Imam Shamsi, hidup di zaman modern namun tidak lupa untuk tetap menjadikan Al Quran dan Sunnah sebagai pedoman hidup.

Anda bisa mengikuti tweet Imam Shamsi Ali di sini.

Semoga bermanfaat.

Mei 25, 2012

Heboh Irshad Manji

Bismillah,

Beberapa hari belakangan, kita di Indonesia mendapati media banyak menyebut dan menuliskan Irshad Manji sebagai bahan berita. Yang paling banyak diberitakan adalah terjadinya pembubaran paksa ‘diskusi’ yg diselenggarakan oleh beberapa lembaga yg menjadikan Irshad Manji sebagai narasumber.

Pertanyaannya, siapa Irshad Manji yg menimbulkan kehebohan itu?

Secara umum, anda bisa membaca bio data Irshad Manji di wikipedia berbahasa Inggris atau bahasa Indonesia, atau di situsnya.

Info umum yg bisa saya berikan di sini adalah Irshad Manji adalah seorang muslimah yg menganut paham feminisme dan menjalani hidup sebagai seorang lesbian.

Saya yakin, sebagian besar kaum Islam (apalagi muslim di Indonesia) akan langsung ‘panas’ begitu membaca info yg saya berikan di atas. Walhasil,kita bisa baca mengapa terjadi pembubaran dan pengusiran Irshad Manji.

Namun, terus terang, saya agak tidak setuju dg metode pembubaran dan pengusiran seperti itu. Mengapa? Itu artinya muslim (di Indonesia) selalu terlihat reaktif dengan selalu melibatkan fisik. Padahal jika kita perhatikan lebih seksama, secara fisik Irshad Manji tidak mengganggu.

“Lho, tapi kan pemikiran kan lebih berbahaya? Makanya kita usir!”

Betul, pemikiran bisa lebih berbahaya daripada fisik karena pemikiran tidak bisa dibelenggu atau disiksa. Justru jika anda berpikir bahwa pemikiran lebih berbahaya, maka sudah saatnya kita berpikir untuk mengedepankan metode pemikiran untuk melawan pemikiran! 😉 *mudah2an tidak bingung membaca kalimat ini*

Saya, terus terang, tidak punya fisik yg mumpuni untuk ikut berjuang dan berjihad (jika memang boleh dikatakan demikian). Namun, saya punya otak dan akal yg bisa saya manfaatkan untuk berpikir dan membantu dari sisi non fisik.

Saya sendiri termasuk orang yg tidak setuju (kontra) dengan Irshad Manji. Saya juga yakin bahwa kedatangan Irshad Manji ke Indonesia adalah sebagai salah satu metode perang pemikiran yg dilakukan oleh musuh-musuh Islam. Namun, saya tidak akan repot2 melawan dia dengan menggunakan fisik.

Sebaliknya, saya akan baca bukunya (dan sedang saya baca bukunya) untuk mengetahui pemikiran2 dia seperti apa? Jika memang pemikirannya keliru, maka saya akan lawan dengan pemikiran pula.

Dengan kata lain, gunakan senjata yg ‘sepadan’. Untuk membunuh nyamuk, tidak perlu menggunakan bom nuklir. Cukup dengan 2 tangan (untuk menepuk nyamuk) atau raket listrik atau obat nyamuk (semprot atau bakar).

Saya hanya hendak menyampaikan, bahwa saat ini saya sedang membaca buku milik Irshad Manji yg berjudul “Beriman Tanpa Rasa Takut”. Sejak awal membaca, saya sudah melihat banyak ‘kesalahan’ pemikiran yg dituangkan Irshad Manji dalam bukunya. Dan saya punya jawaban untuk tiap-tiap ‘kesalahan’ tersebut.

Insya ALLOH, saya akan menulis review dan bantahan2 dari tiap ‘kesalahan’ yg ada di buku Irshad Manji. Saya coba tulis per bab atau tiap 2 bab.

Semoga bermanfaat.

September 5, 2007

Kisah Mantan Aktivis NII

Filed under: Bedah Buku — Tausiyah 275 @ 9:48 pm

*mungkin nanti aku akan cari bukunya…*

Judul : Jihad Terlarang, Cerita dari Bawah Tanah (Kisah Nyata Mantan Aktivis Islam Garis Keras)
Penulis : Mataharitimoer
Penerbit : Kayla Pustaka, 380 hlm, Rp 44.000,-

Dapatkan di toko buku online: http://www.benggala.com, http://www.kaylapustaka.com, http://www.nunpublisher.com, http://www.bismikabooks.com

Kisah dalam buku ini didasarkan pada pengalaman nyata penulisnya, Mataharitimoer, seorang mantan aktivis NII (Negara Islam Indonesia) yang “bertobat”. Selama 10 tahun ia hidup di “bawah-tanah”, berkelana dari kota ke kota, demi mewujudkan cita-cita mendirikan negara yang berdasarkan syariat Islam di Indonesia, dengan cara-cara yang kurang lazim dan asosial.

Penulis mewujudkan dirinya sebagai seorang remaja beranjak dewasa bernama Royan. Ia menyimpan dendam pada Tuhan dan tentara, yang merenggut nyawa bapaknya pada Peristiwa Tanjung Priok, 1984. Pada tahun 1988, ia bergabung dengan pergerakan Islam underground, yang ingin mendirikan Negara Islam dan menggulingkan rezim yang dianggap thagut alias setan. Muslim yang tidak mengikrarkan syahadatnya kembali, dituding kafir.

Sejak bergabung dalam pergerakan, ia hidup bergerilya, berkelit dari incaran, gerebekan, dan penculikan intelijen. Di tengah-tengah perjuangan antara hidup dan mati, ia justru menyaksikan banyak kezaliman di tubuh pergerakan. Ia tak sepakat dengan sikap ketaatan jamaah yang berlebihan kepada pemimpinnya. Ia menentang larangan pemimpin bagi para kadernya untuk jatuh cinta dan memilih pasangan mereka sendiri. Kalaupun menikah, itu harus dengan persetujuan atasan, dan wajib membayar infak yang jumlahnya sering tak sanggup ditanggung oleh para kadernya.

Royan pun tak setuju jika jamaah “dipaksa” mencari infak dengan berbagai cara asal disetor 100% kepada pemimpin pergerakan. Ia menentang sikap jamaah yang suka menganggap harta yang dimiliki masyarakat boleh dirampas karena alasan fa’i (rampasan perang). Pergerakan menganggap, masyarakat negeri ini masih hidup dalam kekafiran, sehingga merampok harta mereka adalah tindakan halal. Abu Qital dan Abu Shoffan serta Imam, para atasannya, mencoba membungkamnya dengan fitnah, teror, penculikan, bahkan uang sogokan. Pengalaman-pengalaman traumatis itu membuat Royan “tersadar” dan segera keluar dari pergerakan yang selama ini dianggapnya sebagai kebenaran tunggal. Ia berjalan sendiri dalam kesunyian, dan mulai mencari makna sejati jihad dan Kebenaran …

TESTIMONI

Novel ini menarik karena dua alasan. Pertama, alur ceritanya diangkat dari pengalaman aktual dalam sebuah dunia yang penuh misteri, ganas, eksklusif, mengatasnamakan Tuhan—sebuah perbuatan yang berlawanan dengan seluruh ruh Alquran tentang cara damai dan beradab dalam mencapai sebuah tujuan. Kedua, menempuh jalan kekerasan dalam pengalaman politik Indonesia ujung-ujungnya hanya satu: malapetaka.
—Ahmad Syafii Maarif, Sesepuh Muhammadiyah

Makna jihad yang sering dipahami dengan salah kaprah oleh banyak orang dibongkar dengan unik oleh Mataharitimoer .
—Enison Sinaro, Sutradara Film Bom Bali Long Road To Heaven

Buku ini tidak saja mengisahkan perjalanan hidup namun juga pergulatan mencari makna kehidupan yang berkarakter diametral penuh konfrontasi dan jamak dari penulisnya. Saya pikir ia telah menemukan dirinya kembali walaupun tidak pernah sama lagi dengan dirinya yang dulu.
—Nurul Arifin, Artis Indonesia

Sangat bagus! Mengupas ijtihad seorang anak manusia dalam sebuah misi jihad, namun pada akhirnya ia sendiri meragukan jalan yang ditempuhnya. Baru kali ini ada sebuah buku yang memaparkan kehidupan seorang manusia yang sangat tersembunyi.
—Alchaidar, Mantan Aktivis NII

Novel ini membuka tabir sebuah gerakan yang mengklaim kebenaran hanya ada di pihaknya. Sungguh menggugah!
—Herry Muhammad, GATRA

Mataharitimoer hanyalah sebuah noktah di gunung es: betapa ketidakadilan global kuasa membangkitkan kerikil terpendam yang selanjutnya menjadi batu sandungan global.
—Prof. Dr. Ahmad Mubarok, M.A., Guru Besar Psikologi Islam

Menukik tajam! Layak dibaca oleh para pemerhati kebijakan politik nasional dan internasional, terkait isu jihad dan terorisme.
—Zaki Amrullah, Radio Berita Jerman Deutsche Welle

Penculikan ternyata tidak hanya dilakukan oleh Densus 88, tapi juga oleh kelompok yang bersaing dalam satu tubuh gerakan yang awalnya sama. Apakah itu yang dimaksud “Jihad Terlarang”? Membaca buku ini akan menambah wawasan bagaimana serunya pergolakan dalam sebuah harakah (gerakan).
—Fauzan Al-Anshari, Juru Bicara Majelis Mujahidin Indonesia

Novel yang untuk pertama kalinya mengilustrasikan Islam underground dengan jujur. Latar belakang si penulis yang pernah bersentuhan langsung dengan gerakan bawah-tanah membuat kisah di dalamnya begitu hidup dan nyata. Sebuah referensi penting untuk memahami satu dimensi dari Gerakan Islam di Indonesia.
—Siska Widyawati, JIJI Press

Akhirnya, ada juga orang yang berani menulis novel tentang pergerakan Islam garis keras dalam rangka mendirikan Negara Islam. Selama ini, mereka yang terlibat hanya berani mengungkapkan bisik-bisik belaka. Sangat inspiratif sekaligus mengejutkan.
—Wahyudin Fahmi, Koran Tempo

Realitas kemelaratan dan ketidakadilan cenderung menumbuhkan perilaku kekerasan. Novel ini sangat inspiring bagi kita untuk segera merumuskan makna “jihad” yang halal tapi konstruktif, tanpa diracuni oleh pemahaman Barat tentang terorisme dan jihad.
—Faisal Haq, Majalah Gontor

Gaya penulisan dan isi novel membuatnya patut disandingkan dengan Atheis-nya Achdiat Karta Mihardja …. Sungguh dahsyat! Sayang kalau buku ini hanya dinikmati kovernya saja ….
—Herawatmo, Rakyat Merdeka Online

Karya-karya Mataharitimoer telah dibaca oleh banyak penggemarnya. Ia telah memberikan inspirasi dan motivasi pada jutaan orang lainnya.
—Yudhi Aprianto, sarikata.com

Menyingkap rahasia gerakan Islam militan di Indoensia, yang selama ini masih terkubur dalam ribuan kabar burung yang simpang siur.
—Ade Tri Marganingsih, Matabaca