Blog Tausiyah275

Desember 11, 2011

Islam Dan Fatwa

Filed under: Ensiklopedia Islam,Fiqh,Hikmah,HOT NEWS,Lain-lain,Seri Kesalahan2,Tarbiyah — Tausiyah 275 @ 2:34 pm

Bismillah,

Banyak orang bertanya-tanya apabila mereka mendapat informasi mengenai sebuah fatwa yang dilontarkan atau diumumkan oleh ulama.

Pertanyaan2 yg mereka pikirkan biasanya:
1. Masuk logika atau tidak fatwa yg diumumkan
2. (Latar belakang) Ulama yg melontarkan fatwa
3. Apa latar belakang/kepentingan fatwa tersebut keluar
4. Follow up/tindak lanjut dari fatwa tersebut
Sebelum akhirnya mereka mau untuk mengikuti dan menjalankan fatwa tersebut.

Sebenarnya, apa yang dimaksud dengan fatwa?

Fatwa adalah sebuah pernyataan atau tanggapan dari ulama (bisa perorangan ataupun dalam kelompok ulama, seperti halnya MUI) yang berisi jawaban dari sisi agama Islam terhadap sebuah pertanyaan ataupun masalah yg dihadapi. Fatwa muncul/keluar apabila tidak ditemukan solusi di Al Qur’an ataupun Hadits/Sunnah untuk pertanyaan ataupun masalah tersebut.

Yusuf Al Qardhawi sendiri menjelaskan bahwa fatwa justru sudah tercantum dalam Al Qur’an dan Sunnah/Hadits. Maksudnya, Al Qur’an pun merupakan salah satu bentuk fatwa, namun yg mengeluarkan/menyatakannya adalah ALLOH SWT. Sementara untuk sunnah dan hadits, tentu saja Rasululloh SAW yg memberikan solusinya.

Siapa yg sebenarnya berhak mengeluarkan fatwa?

Sejak wafatnya Rasululloh SAW, kehidupan dan peradaban manusia kian berkembang. Termasuk untuk hal2 yg terkait dengan aktivitas manusia sehari-hari. Banyak hal yg sebelumnya tidak ada masalah di jaman Rasululloh SAW, mendadak muncul di jaman mendatang. Celakanya, Rasululloh SAW sendiri sudah wafat, sehingga tidak bisa dimintai pendapatnya.

Nah, Rasululloh SAW sendiri sebenarnya sudah memberikan contoh mengenai fatwa (yg biasanya terkait dengan ijtihad). Bahwasannya Rasululloh shallallaahu ‘alaihi wasallam ketika mengutus Mu’adz bin Jabal ke Yaman,beliau bersabda : “Bagaimana engkau akan menghukum apabila dating kepadamu satu perkara ?”. Ia (Mu’adz) menjawab : “Saya akan menghukum dengan Kitabullah”. Sabda beliau : “Bagaimana bila tidak terdapat di Kitabullah ?”. Ia menjawab : “Saya akan menghukum dengan Sunnah Rasululloh”. Beliau bersabda : “Bagaimana jika tidak terdapat dalam Sunnah Rasululloh?”. Ia menjawab : “Saya berijtihad dengan pikiran saya dan tidak akan mundur…”. (HR Abu Dawud nomor 3592 dan 3593).

Dengan kata lain, fatwa bisa dilontarkan oleh orang2 yg berilmu (kini biasa disebut ulama).

Yang menjadi pertanyaan selanjutnya, apakah para ulama tersebut memang layak mengeluarkan fatwa? Karena ada ulama2 yg mengeluarkan fatwa berdasarkan order/pesanan dari pihak penguasa. Ulama2 ini yg disebut Rasululloh SAW sebagai ulama yg jahat! Mereka menjual ayat ALLOH SWT dg murah, hanya karena takut tidak bisa menikmati lagi dunia. Naudzubillah.

Fatwa sebenarnya TIDAK BERSIFAT MENGIKAT! Ini yg seringkali disalahpahami. Seakan-akan fatwa adalah sebuah aturan yg ketat dan berlaku semena-mena. Fatwa berlaku bagi orang2 yg meyakini dan memang membutuhkan fatwa tersebut. Seperti fatwa larangan perempuan untuk mengemudi mobil di Saudi Arabia, lalu fatwa haramnya JIL, dan masih banyak jenis2 fatwa lain.

Fatwa bisa dikatakan sebagai HIMBAUAN dan SARAN bagi orang2 yg membutuhkan solusi utk pertanyaan2 dan masalah2 yg mereka hadapi. Setidaknya mereka tidak ragu2 lagi jika menghadapi lagi masalah yg sama.

Di Indonesia, fatwa seringkali tidak bersifat integral. Sepotong-sepotong dan seringkali mudah disalahtafsirkan serta tidak memberikan solusi yg memadai. Sebagai contoh, fatwa mengenai haramnya rokok. Silakan baca artikel saya di sini dan sini.

Yang mengenaskan lagi, banyak orang tidak mempercayai MUI sebagai wadah ulama, sehingga fatwa2nya seringkali diserang balik. Dan yg ‘menyedihkannya’, yg menyerangnya dari umat ‘islam’ sendiri (tentu dg penafsiran mereka). MUI-pun, seperti saya tulis di atas, kadang mengeluarkan fatwa tidak cukup jelas, bahkan terkadang mengada-ada serta tidak masuk akal. Belum lagi media yg seringkali memberitakan sesuka hati mereka sehingga persepsi fatwa tersebut menjadi ‘salah diterima’ oleh masyarakat.

Walhasil, MUI mesti menjelaskan lagi fatwa yg mereka keluarkan. Padahal butuh energi dan waktu yg banyak utk berdiskusi dan menghasilkan fatwa.

Intinya:
1. Berpikir jernih apabila mendapat info ada fatwa
2. Cek, siapa yg mengeluarkan fatwa dan apakah ada kepentingan di belakangnya
3. Jika fatwa tersebut baik, ikuti. Jika tidak cocok dg pendapat anda, jangan serta merta ditolak karena jika anda sudah lantang menolak suatu fatwa dan ternyata di masa depan anda merasa dan meyakini fatwa tersebut benar, apa anda mau utk menerima dan melaksanakan fatwa tersebut? 😉
4. Ulama juga manusia, ada kesalahannya. Tapi menolak setiap fatwa/informasi yg disampaikan ulama bisa membuat anda tersesat. Kesesatan dalam ibadah akan membahayakan anda, karena bukan saja ibadah anda tidak diterima, tapi juga anda akan dianggap membuat ibadah baru (bid’ah).

Catatan: artikel ini saya buat terkait dg ramainya fatwa ‘ulama’ dari Eropa agar wanita menjauhi pisang dan mentimun karena mirip penis serta adanya fatwa ulama di Saudi Arabia terkait larangan wanita mengendarai mobil.

Semoga bermanfaat.